close

26 September 2013

Berita Terkini

Kemendiknas Luncurkan Standar Pelayanan Minimal Dikdas

JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) meluncurkan standar pelayanan minimal (SPM) pendidikan dasar (Dikdas) sebagai paradigma baru meningkatkan dan memeratakan mutu SD/MI dan SMP/MTs di seluruh Indonesia. Diharapkan, SPM pendidikan dasar sudah bisa diterapkan secara maksimal oleh pemerintah daerah hingga tahun 2013.”Tak ada alasan bagi pemerintah daerah untuk tak melaksanakan SPM yang baru, berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 15 Tahun 2010. Ada sanksinya jika Pemda lalai,” kata Wakil Menteri Pendidikan Nasio nal (Wamendiknas), Fasli Jalal, di Jakarta, Selasa (24/8).Ditambahkan, penyusunan SPM Pendidikan Dasar itu didasarkan atas masih banyaknya sekolah yang belum memenuhi syarat untuk mutu pendidikan. Sementara pemerintah daerah terlihat tidak peduli terhadap kondisi pendidikan di wilayahnya.”Sekolah yang dimaksud bukan hanya sekolah negeri, terutama sekolah swasta yang ada di wilayah itu. Karena sekolah swasta juga harus mendapat pembinaan,” tuturnya.Untuk penerapan SPM Pendidikan Dasar, kata Fasli, pemerintah mengalokasikan dana hingga Rp 18 triliun bagi 100 kabupaten/kota selama kurun waktu 3 tahun. Setelah itu, diharapkan seluruh sekolah sudah bisa menerapkan standar nasional pendidikan (SNP) sebagaimana diamanatkan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional.Fasli menyebut ada sekitar 27 indikator SPM yang tanggung jawabnya dibagi antara pemerintah daerah dengan sekolah. Sebanyak 14 indikator menjadi tanggung jawab daerah, sedangkan sisanya tanggung jawab sekolah.Sejumlah komponen yang harus dipenuhi pemerintah daerah terkait dengan pelaksanaan SPM Pendidikan Dasar, Fasli memaparkan, jumlah peserta didik dalam satu kelas untuk sekolah dasar/ madrasah ibtidaiyah (SD/MI) sebanyak 32 orang dan sebanyak 36 orang untuk tingkat sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs).”Di setiap SD/MI harus memiliki minimal dua guru yang memenuhi kualifikasi akademik S-1 atau diploma IV. Ini sangat penting karena kemampuan guru dalam mengajarkan mampu meningkatkan mutu pendidikan anak,” ujarnya.Ditambahkan, setiap SMP/MTs kini tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1/D-IV sebanyak 70 persen dan separuh diantaranya telah memiliki sertifikasi pendidikan. Untuk daerah, jumlah guru dengan kualifikasi sarjana masih sekitar 40 persen.

Komponen lainnya yang tak kalah penting adalah tersedianya satuan pendidikan dalam jarak yang terjangkau dengan berjalan kaki, yaitu maksimal 3 km untuk SD/MI dan 6 km untuk SMP/MTs dari permukiman daerah terpencil. (Tri Wahyuni)
read more
Berita Terkini

Putus Sekolah Berbeda Dengan Tidak Bersekolah Lagi

Pak Anas edit

Banda Aceh – Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Anas M Adam mengatakan angka anak yang terpaksa putus sekolah di Aceh hingga saat ini tercatat hanya sebanyak 0,48 persen. hal itu dikemukakan Anas M Adam menanggapi berita yang dilansir oleh Harian Serambi hari Rabu (25/9) kemarin berjudul “26,16 persen anak Aceh putus Sekolah”.

Menurut Anas, tingginya angka yang dilansir Serambi hingga 26,16 persen diperkirakan karena terjadi penafsiran yang keliru terhadap data yang diberikan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyangkut pengertian putus sekolah.

Dikatakan, yang dimaksudkan putus sekolah adalah apabila seseorang siswa tidak menamatkan atau keluar dari sekolah pada jenjang pendidikan tertentu, misalnya keluar di kelas V SD, atau keluar di kelas VII SMP atau jenjang lainnya.

Sesuai data yang ada di Dinas Pendidikan Aceh, angka putus sekolah di tingkat SD tahun 2012 sebanyak 0,09 persen, tingkat SMP sebanyak 0,12 persen, dan tingkat SMA 0,27 persen.

Sedangkan bila seseorang siswa, setelah menamatkan jenjang tertentu seperti tamat SD, SMP dan tamat SMA, kemudian yang bersangkutan tidak melanjutkan lagi pendidikan ke jenjang berikutnya termasuk dalam pengertian angka melanjutkan dan Angka Partisipasi Sekolah (APS). Angka Partisipasi Sekolah kelompok umur 7-12 tahun sebesar 99,03 persen, 13-15 tahun sebesar 94,07 persen dan 16-18 tahun = 72,41 persen.

Dari hasil klarifikasi Dinas Pendidikan Aceh dengan Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh tentang data 26,61 persen, bukan data putus sekolah tetapi adalah data penduduk Aceh umur 7-24 tahun yang tidak bersekolah lagi.

Yang dimaksud dengan tidak bersekolah lagi adalah, penduduk sudah menamatkan satu jenjang pendidikan lebih cepat <12 tahun dari usia sekolah (SD/MI sederajat 7-12 tahun), Penduduk sudah menamatkan satu jenjang pendidikan lebih cepat < 15 tahun dari usia sekolah (SMP/MTs sederajat 13-15 tahun ) dan Penduduk sudah menamatkan satu jenjang pendidikan lebih cepat < 18 tahun dari usia sekolah (SMA/MA/SMK sederajat 16-18 tahun).

Sedangkan penduduk berusia 19-24 tahun adalah usia pendidikan tinggi, tetapi ada penduduk pada usia tersebut tidak melanjutkan ke pendidikan tinggi, jelas Anas M Adam.

read more