Jaringanpelajaraceh.com-Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan mengalami perubahan struktur di era Kemendikbud Nadiem Makarim. Perubahan struktur dan nomenklatur ini tertuang dalam Permendikbud No 45 Tahun 2019 tentang Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Perubahan ini secara langsung merubah struktur dan nomenklatur di lingkungan Ditjen Kebudayaan menjadi lima direktorat, di antaranya: Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat. Direktorat Perfilman, Musik, dan Media Baru. Direktorat Pelindungan Kebudayaan. Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan. Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan. Sempat timbulkan kekhawatiran Hilangnya beberapa direktorat, salah satunya Direktorat Seni dan Sejarah, menjadi diskusi hangat di komunitas seni, budaya dan sejarah. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan menghilangkan budaya konvensional dan tradisional.
Pengamat Seni dan Budaya, Suhendi Apriyanto menyampaikan keresahan hilangnya Direktorat Kesenian. Pasalnya, direktotat tersebut menjadi tempat bernaung para pelaku seni. Padahal, harapan komunitas seni, budaya dan sejarah menurut Suhendi Dirjen Kebudayaan akan “naik kelas” menjadi Kementerian Kebudayaan di periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo. Menurutnya, selama ini Direktorat Kesenian memfasilitasi seluruh hal terkait seni budaya di Indonesia. Begitu pula Direktorat Sejarah. Adanya perubahan itu Suhendi menilai kebijakan ini berbeda dengan harapan dan semangat para pelaku seni dan budaya. “Baiknya tinjau ulang, karena akan berdampak pada arah Undang-undang nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yang menganut empat prinsip yakni pelestarian, pengembangan, pemanfaatan, serta pembinaan sektor kebudayaan daerah,” tegas Suhendi. Ia menambahkan, “Jika rumah besar itu ditiadakan, sama artinya aktivitas dan penanganan salah satu sub sektor kebudayaan menjadi dilemahkan dan juga kemunduran bukan kemajuan.” Masih sejalan UU dan adaptasi perkembangan Menanggapi hal tersebut,
Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid angkat bicara. Menurutnya perubahan unit kerja yang dipimpinnya masih mengikuti Undang-Undang No.5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Hal ini, menurut Hilmar juga mengacu pada dokumen Visi Misi Presiden Joko Widodo halaman 21 tentang Seni Budaya.
Penulis Yohanes Enggar Harususilo | Editor Yohanes Enggar Harususilo Kata Hilmar sejak puluhan tahun, keragaman budaya dikelola pemerintah berdasarkan objek dengan prosesnya sendiri-sendiri. Dengan nomenklatur baru diharapkan proses menjadi hal utama dengan tidak mengabaikan seluruh objek-objek kebudayaan baik bersifat kebendaan maupun takbenda.
“Sebenarnya tidak ada yang dihilangkan, justru dengan nomenklatur baru seluruh unsur kebudayaan akan dikelola dengan proses yang mengacu pada Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan,” jelas Hilmar Farid. Hilmar menambahkan, pelestarian kebudayaan itu meliputi pelindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan kebudayaan. Selain menjalankan amanah Undang-Undang, ujarnya, nomenklatur baru juga menyikapi perkembangan jaman dengan adanya direktorat yang menangani perfilman, musik dan media baru.
sumber :https://twitter.com/search?q=pendidikan%20dan%20budaya&src=typed_query